rss

Selasa, 11 Januari 2011

ANEMIA TAK KUNJUNG PADAM

Stik. TM. Saat ini ilmu gizi berkembang pesat. Di dunia ini setiap hari orang mendiskusikan gizi dengan berbagai peranan pentingnya dalam kehidupan. Lima puluh tahun yang lalu praktisi kesehatan disibukkan pada kasus-kasus yang disebabkan karena kekurangan zat gizi makro seperti kurang energi, kurang protein atau gabungan keduanya. Dalam sepuluh tahun terakhir, perhatian dunia tertuju pada kasus-kasus kekurangan gizi mikro yang tidak kalah pentingnya, sebut saja anemia. Anemia tidak saja berdampak pada menurunnya produktivitas, tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan. Para orang tua pun sibuk karena tidak mau anak-anaknya bodoh, tetapi tidak jarang pula yang cuek karena ketidaktahuannya atau ketidakmampuannya.

Anemia merupakan ”PR” tersendiri bagi Propinsi DIY. Walaupun prevalensinya terus mengalami penurunan, tetapi masih dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat. Dari data yang ada, pada tahun 1995 anemia diderita ¾ wanita usia subur (WUS). Pada tahun 2001, anemia masih diderita lebih dari separuhnya WUS termasuk ibu hamil. Pada balita, walaupun belum mempunyai data yang spesifik, tetapi diperkirakan tidak jauh dari angka nasional yaitu masih diatas 30 %. Anemiapun terjadi disetiap kelompok kehidupan, mulai dari anak-anak, remaja maupun dewasa. Dengan demikian, anemia merupakan suatu siklus.
Dari mana sebaiknya kita memulai intervensi? Penanganan secara dini tentu akan membuahkan hasil yang lebih baik. Kepada beberapa kabupaten yang telah berinovasi menangani anemia, patut diberikan apresiasi. Namun demikian, intervensi anemia dengan mengandalkan pemberian tablet fe tidak akan efekif jika tidak didasari pengetahuan yang baik. Oleh karena itu promosi gizi satu hal penting dalam penanggulangan anemia. Namun demikian pengetahuan saja tidak cukup tanpa ada kesadaran. Misal, banyak yang tahu jika menstruasi sebaiknya minum talet fe sebutir sehari, tetapi tidak banyak yang melakukannya.
Pemberian tablet Fe dengan menggunakan sistem blind approach perlu diperbaiki. Persepsi tentang pemberian Fe 90 tablet harus disamakan antar petugas. Banyak petugas kesehatan yang memberikan tabet Fe ”ngecer” dengan alasan kunjungan. Sementara itu, depkes belum mengadopsi hasil-hasil penelitian terbaru tentang konsumsi tablet Fe. Hasil penelitian di China, pemberian Fe setiap hari sama efektifnya dengan seminggu sekali. Depkespun menganjurkan pemeriksaan Hb dengan mengunakan alat cyanmethemogobin karena pemeriksaan cara tersebutlah yang direkomendasikan WHO, tetapi kondisi di lapangan hb diperiksa dengan alat yang beragam: sahli, talquist dll.
Dalam kesempatan ini adakah peneliti yang tergugah meneliti pesisir kulonprogo yang konon mengandung zat besi yang tinggi, apakah prevalensinya lebih rendah dibanding daerah lainnya, akankah sama dengan unsur yodium dalam air dan tanah yang jika kurang berdampak pada masalah GAKY . Hal ini mengingat tentara romawi yang sehat dan kuat karena selalu minum air bekas asahan pedang?

0 komentar:


Posting Komentar